Asal-Usul Tari Beskalan
Asal usul tari Beskalan yang berkembang di Malang tidak didapatkan data yang jelas, tetapi asal usul itu hanya dapat disimak dari cerita lisan (Foklor) yang diterima oleh M. Soleh Adipramono dari para penari Beskalan, salah satunya adalah Riyati (almahumah).
Riyati sempat menarikan tari Beskalan yang terakhir kalinya pada tahun l995 di Padepokan Seni Mangundarmo, Kecamatan Tumpang.
Di samping Riyati juga diperoleh dari seorang cucu penari Beskalan yang pernah populer di tahun 1930-an, yaitu Djupri, menurutnya, tari Beskalan diyakini sama dengan tari Beskalan yang pernah dipopulerkan oleh Muskayah (nenek Djupri).
Penari Beskalan generasi nenek Djupri (Miskayah) adalah: Riyati. Tari Beskalan yang ditarikan oleh Riyati tersebut, adalah tarian yang pernah ditarikan oleh neneknya Djupri, yaitu tokoh legendaris tari Andong ditahun 1920-an.
Tari Beskalan yang ditarrikan oleh Riyati masih sempat didokumentasi oleh Padepokan Seni Mangun Darmo pimpinan M. Soleh AP.. Di samping Riyati, Rasimon dikenal sebagai penari i Beskalan, bahkan tari Beskalan yang dikuasai Rasimoen pernah dilakukan reproduksi untuk materi penataran guru-guru SD se-Kabupaten Malang pada tahun 1992 di sanggar seni Singhasari – kecamatan Batu (sekarang kota Batu).
Maka Rasimoen percaya betul, bahwa tari Beskalan yang pernah dipelajari itu memang tari yang berkembang di tahun l930-an. Karena materi tarinya memang tidak ada bedanya dengan yang dikuasai oleh Riyati. Sungguhpun keyakinan Rasimoen tidak dimaksdukan untuk membenarkan adanya tari Bekalan yang dikuasai oleh Miskayah atau Riyati.
Beskalan memang sering kali dibawakan oleh penari putra yang di sebut Wedhokan. Karena penari Beskalan di luar Andong, banyak yang diminkan oleh penari peria. (waria), salah satunya adalah Rasimoen.
Fungsi tari Beskalan
Fungsi Tari Beskalan menurut Chattam AR, Beskalan memang tarian khas Malang, kepopulerannya memang mendahului seni pertunjukan yang lain. Hal ini dikarenakan oleh fungsi tari Beskalan itu sendiri. Tarian itu semula merupakan sebuah bentuk tari ritual, utamanya yang berhubungan dengan ritus tanah (kesuburan). Kebiasaan masyarakat di Malang, jika akan membuka lahan atau mendirikan bangunan-bangunan besar.
Pada waktu mengawali menggali tanah selalu diadakan upacara menanam tumbal, umumnya yang ditanam adalah kepala kerbau. Kurban ini dimaksudkan sebagai bukti adanya kurban. Pada waktu itu diselenggarakan juga pertunjukan Tayub yang diawali dengan tari Beskalan.
Beskalan ini merupakan simbol, dan juga memilik makna yang sama dengan Cok Bakal (sesajen), yaitu simbol dari asal mula kehidupan.
Diceritakan, bahwa pada waktu yang lampau ketika tanah Jawa masih belum berpenghuni. Tanah di Jawa ini merupakan daerah yang sakral dan angker, maka tidak ada manusia yang dapat hidup di sana. Seseorang yang tak dikenal menyarankan untuk menaruh tumbal yang disebut Cok bakal, setelah itu tanah Jawa dapat dihuni oleh manusia. Adanya simbol ini, tampaknya ada kaitannya dengan tari beskalan.
Maka tidak mustahil kalau tari beskalan ini memang tari yang pertama kali muncul di Malang.Sumber tentang asal usul Beskalan yang lain diperoleh dari Karimoen, pimpinan Grup Wayang Topeng Asmorobangun dari Kedungmonggo. Bahwa beskalan itu adalah nama sebuah gending (Lagu musik).
Gending tersebut merupakan gending yang telah populer, utamanya dikalangan seni pertunjukan wayang topeng. Karena gending tersebut merupakan gending untuk mengiringi tari pembukaan wayang topeng yang disebut Tari topeng patih atau disebut tari Topeng Bang-Tih (Abang – Putih).
Sumantri juga membenarkan, bahwa topeng patih itu menggunakan gending pengiring yang disebut geding Beskalan, untuk itu masyarakat menyebut topeng patih itu dengan istilah Tari Beskalan Patih atau Tari Beskalan Lanang, karena yang menarikan adalah laki-laki. Chattam AR dapat menerima, jika tari Beskalan itu juga ada kaitannya dengan wayang topeng. Karena wayang topeng itu memang lebih tua.
Pertimbangan itu juga didasarkan oleh materi cerita (Lakon) yang menggunakan cerita Panji, yaitu cerita yang bersumber dari jaman kerajaan Kediri. Sungguhpun cerita Panji yang berkembang di wayang topeng itu merupakan cerita rakyat yang diturunkan secara lisan.
tetapi Chattam AR juga berasumsi lain, karena beskalan ini ada kaitannya dengan upacara kesuburan, setidaknya memiliki kaitan dengan seni pertunjukan yang lain. Beliau mengemukakan, bahwa di daerah Ngantang memiliki tradisi upacara yang berkaitan dengan air. Upacara itu dilakukan di setiap babakan (Tempat mandi disungai). Pada puncak acara digelar tarian yang disebut Cengceng Goleng. Pada tarian itu ada gerakan yang disebut Gendewa. Sementara dalam tari Beskalan juga memiliki gerakan gendewa.
Menurut pemahamannya Chattam AR, bahwa gerakan gendewa memiliki makna simbolis yang berkaitan dengan perjumpaan penari dengan arwah leluhur. Sudah barang tentu yang berkaitan dengan upacara yang dilakukan untuk menghormati tempat-tempat mengambil air tersebut.
Kaitan dengan penghormatan arwah nenek moyang, maka bukan tidak mungkin tari beskalan adalah salah satu bentuk tari pemujaan leluhur, sebagai ritual pengharapan; pengharapan kesehatan (segerwaras), keselamatan (selamat), dan kesuruban.
Besakalan Sebagai Tari Ritual
Pengharpan kesuburan juga dimaksudkan menghormatan pada manivestasi tanah yang telah memberikan rejeki yang melimpah.Maka eksistensi tari Beskalan tampak lebih memberikan kemungkinan hadir sebagai media dalam berbagai ritus, bahkan diikuti dengan motologi yang memberikan dukungan terhadap kelangsungan eksistensialnya.
Beskalan sebagai tari ritual juga dibenarkan oleh Rasimoen pimpian wayang topeng Shri Margoutomo dari desa Gelagah Dowo – Tumpang. Tari Beskalan merupakan tari yang diwajibkan untuk dipentaskan ketika acara bersih desa di daerah sekitar candi Kidal (tumpang Malang).
Waktu Rasimun masih remaja dan dia sudah pandai menari dan yang selalu menarikan tari Beskanan pada setiap acara bersih desa di candi Kidal. Memang waktu itu tidak boleh menghadirkan tari beskalan yang ditarikan oleh wanita, entah beliau tidak tahu betul alasannya.
Add your comment below